Depok – Lambatnya proses pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) membuat pihak sekolah kelimpungan mencari bantuan. Suhaedah, kepala Sekolah SDN Mekarjaya 11 terpaksa menggadaikan 40 gram emas miliknya untuk menutup biaya operasional sekolah.
Berbeda dengan tahun lalu, Suhaedah menilai petunjuk teknis (juknis) pencairan dana BOS untuk tahun ini justru lebih menyulitkan. Menurutnya, aturan tahun lalu lebih fleksibel sehingga masih bisa melakukan subsidi silang untuk menutupi kekurangan. Namun untuk sekarang, semua harus sesuai dengan Rancangan Anggaran Pembiayaan Belanja Sekolah (RAPBS) yang diajukan.
Pada triwulan pertama, meski juga terlambat, ia mengaku masih bisa menutupi pengeluaran. Ketika pada Maret dana tersebut cair, uangnya ia gunakan untuk membayar hutang Januari dan Februari. Masalah mulai terjadi saat uang tersebut habis untuk membayar hutang operasional di bulan sebelumnya sehingga untuk bulan selanjutnya ia terpaksa berhutang lagi. "Jadi seperti tutup lubang gali lubang," ujarnya saat ditemui usai mengawas Ujian Nasional (UN) di SD Mekarjaya 11, Rabu (11/5).
Bukan hanya sekali ini saja ia merelakan barang miliknya demi menutupi hutang sekolah. Pada triwulan pertama ia pernah menjual emas miliknya. Namun saat itu ia menjual emas saat harga murah dan menebusnya ketika emas sedang naik harganya sehingga membuatnya rugi. Pengalaman tersebut akhirnya membuatnya memilih menggadaikan emasnya untuk menutupi seluruh pembiayaan sekolah pada triwulan kedua.
Hingga bulan Mei ini, ia mengaku hutang sekolah sudah mencapai Rp 43 juta. Selain menggadaikan emas miliknya, untuk menutupi sejumlah pengeluaran tersebut ia menggunakan uang bendahara, uang komite, dan pinjaman dari guru-guru. "Mau bagaimana lagi? Biaya listrik, telepon, internet, air, semua harus dibayar. Kalau menunggak nanti listrik diputusin," keluhnya.
Selain itu, hal yang membuatnya bertambah pusing adalah anggaran untuk penyelenggaraan UN. Wanita yang sudah mengabdikan diri selama 44 tahun sebagai guru tersebut terpaksa mencari pinjaman lagi dari sana-sini. Berbagai keperluan seperti transport para guru yang mengawas dan sebagainya juga didapatkan dari pinjaman.
Ia mengatakan, memang dari pemerintah menyediakan uang transport. Namun hingga kini ia tidak tahu kapan uang tersebut cair. Belum lagi untuk menjamu para guru dari sekolah lain yang mengawas di sekolahnya. "Kalau kedatangan tamu kan paling tidak harus kita jamu," ujarnya.
Berbeda dengan tahun lalu, Suhaedah menilai petunjuk teknis (juknis) pencairan dana BOS untuk tahun ini justru lebih menyulitkan. Menurutnya, aturan tahun lalu lebih fleksibel sehingga masih bisa melakukan subsidi silang untuk menutupi kekurangan. Namun untuk sekarang, semua harus sesuai dengan Rancangan Anggaran Pembiayaan Belanja Sekolah (RAPBS) yang diajukan.
Pada triwulan pertama, meski juga terlambat, ia mengaku masih bisa menutupi pengeluaran. Ketika pada Maret dana tersebut cair, uangnya ia gunakan untuk membayar hutang Januari dan Februari. Masalah mulai terjadi saat uang tersebut habis untuk membayar hutang operasional di bulan sebelumnya sehingga untuk bulan selanjutnya ia terpaksa berhutang lagi. "Jadi seperti tutup lubang gali lubang," ujarnya saat ditemui usai mengawas Ujian Nasional (UN) di SD Mekarjaya 11, Rabu (11/5).
Bukan hanya sekali ini saja ia merelakan barang miliknya demi menutupi hutang sekolah. Pada triwulan pertama ia pernah menjual emas miliknya. Namun saat itu ia menjual emas saat harga murah dan menebusnya ketika emas sedang naik harganya sehingga membuatnya rugi. Pengalaman tersebut akhirnya membuatnya memilih menggadaikan emasnya untuk menutupi seluruh pembiayaan sekolah pada triwulan kedua.
Hingga bulan Mei ini, ia mengaku hutang sekolah sudah mencapai Rp 43 juta. Selain menggadaikan emas miliknya, untuk menutupi sejumlah pengeluaran tersebut ia menggunakan uang bendahara, uang komite, dan pinjaman dari guru-guru. "Mau bagaimana lagi? Biaya listrik, telepon, internet, air, semua harus dibayar. Kalau menunggak nanti listrik diputusin," keluhnya.
Selain itu, hal yang membuatnya bertambah pusing adalah anggaran untuk penyelenggaraan UN. Wanita yang sudah mengabdikan diri selama 44 tahun sebagai guru tersebut terpaksa mencari pinjaman lagi dari sana-sini. Berbagai keperluan seperti transport para guru yang mengawas dan sebagainya juga didapatkan dari pinjaman.
Ia mengatakan, memang dari pemerintah menyediakan uang transport. Namun hingga kini ia tidak tahu kapan uang tersebut cair. Belum lagi untuk menjamu para guru dari sekolah lain yang mengawas di sekolahnya. "Kalau kedatangan tamu kan paling tidak harus kita jamu," ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar