Pages

tentang KH. Zainuddin MZ

Zainuddin MZ Digelari Tokoh Pengabdian Ummat 





Malam ini digelar Malam Penganugerahan Dompet  Dhuafa Award 2011 di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki. Acara drama musikal pun turut memeriahkan acara malam ini yang diperankan oleh beberapa artis pendukung seperti Hedy Yunus, Ratna Listy, dan Jarwo Kuat.

Almarhum Zainuddin MZ, yang berpulang Selasa 5 Juli 2011 lalu, menyabet penghargaan kategori khusus "Tokoh Pengabdian Ummat".

"Kami atas nama keluarga besar almarhum Zainuddin MZ terimakasih sebesarnya kepada Dompet Dhuafa yang memberi perhatian kepada Almarhum," kata  Lutfi, salah putra Zainuddin, Rabu 13 Juli 2011 malam.

Diceritakan dia, kepergian Zainuddin yang sangat mendadak membuat keluarga terpukul. "Beliau tidak sakit, beliau pagi itu masih sehat, Insya Allah ciri khusnul khotimah," tambah dia.

Lutfi menambahkan, Zainuddin dipanggil Allah umur 59 tahun. "Selama hidup beliau masuk mushola satu ke mushola lain, turun gunung, masuk kampung, seberang lautan, tanpa kenal lelah. Beliau lakukan itu dengan keikhlasan." Atas nama keluarga almarhum, Lutfi meminta maaf jika ada tindakan Zainuddin selama hidup yang salah dan tidak berkenan.

Selain Zainuddin MZ, beberapa tokoh seperti Walikota Solo, Joko Widodo juga memperoleh penghargaan Bidang Kemandirian, seorang pejuang rakyat kecil.

Direktur Komunikasi dan Sumber Daya Dompet Dhuafa, M Arifin Purwakananta menjanjikan Dompet Dhuafa Award kali ini akan tampil berbeda. "Dompet Dhuafa Award tahun ini dikemas lebih kreatif. Masyarakat yang akan diberi apresiasi juga lebih banyak," kata dia.

Dia menambahkan, beberapa tokoh salah satunya Almarhum Zainuddin MZ dinilai sangat memberi perhatian pada umat. "Dengan pengabdiannya, banyak waktu beliau dicurahkan untuk dakwah dan ceramah keagamaan," tuturnya kepada VIVAnews.com.

Dompet Dhuafa Award merupakan sebuah penghargaan untukmengapresiasikan pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam gerakan peningkatan kualitas hidup masyarakat di bidang sosial dan ekonomi. Dan, tahun ini, Dompet Dhuafa Award juga memberi Penghargaan dan apresiasi kepada media dan tokoh media.

Penghargaan akan diberikan kepada insan-insan penuh dedikasi yang mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk orang lain. (umi)


Perginya Da'i Sejuta Umat




Dalam setiap tablig akbar, Zainuddin mampu menyihir massa. Diselingi zikir, kata-katanya seperti magnet. Setiap kali tampil di panggung, ratusan ribu orang dibuatnya mendadak senyap, atau tertawa serempak. Dia lalu dijuluki “Da’i Sejuta Umat”.

Tiga singa
Lahir pada 2 Maret 1952, Zainuddin menjadi yatim pada usia dua tahun. Masa kecilnya kurang beruntung. Sewaktu SD, dia membantu pamannya berjualan rokok. Dia juga pernah menjadi kuli bangunan. Pada 1964, Zainuddin belajar di Perguruan Darul Ma’arif Cipete, Jakarta Selatan. Di sekolah itulah dia berjumpa dengan ulama Indonesia dan Mesir. Di sana juga dia belajar berpidato.

Selanjutnya, dia pernah kuliah di IAIN, Jurusan Perbandingan Agama, tapi tak selesai. Mungkin karena dia lebih berbakat sebagai pendakwah, Zainuddin lalu mengisi pengajian secara terbatas di berbagai musala dan masjid.

Karirnya sebagai da’i mendapat momen penting menjelang Pemilu 1977. Saat itu dia menjadi juru kampanye Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan muncul satu panggung dengan raja dangdut Rhoma Irama.  Seperti diakuinya, pengalaman itu membuatnya mengenali “watak massa”.

Rhoma waktu itu adalah magnet yang menarik massa. “Massa mudah terkena sugesti,” ujar Zainuddin. Dan, Zainuddin pun mulai menguasai rahasia di atas panggung itu. Dia bukan saja mubalig yang mampu membakar, atau menyejukkan hati. Lebih dari itu, Zainuddin piawai memadukan kehebatan tiga singa podium. Dia bisa meledak-ledak seperti Bung Karno, mengelus hati seperti Buya Hamka, atau tangkas berlogika gaya KH Idham Chalid.

Masuk politik
Bergabung di PPP, Zainuddin sebetulnya ingin menguji satu hal. “Saya penasaran mengapa partai berbasis Islam tidak memenangkan Pemilu," katanya waktu itu. Lalu, Zainuddin pun aktif berkampanye partai yang berlambang ka’bah itu. Hasil nya sangat signifikan, dan mempengaruhi dominasi Golkar. Tak ayal, kondisi itu membuat penguasa Orde Baru was-was.

PPP adalah juga wadah politik bagi warga nahdliyin. Sebagai warga NU, Zainuddin ingin menguatkan NU yang saat itu bagian dari PPP, setelah fusi partai yang dipaksakan rezim orde baru pada 5 Januari 1971. Selain NU, partai yang terpaks bergabung adalah Muslimin Indonesia (MI), Perti, dan PSII.

Tapi yang lebih penting adalah gurunya Idham Chalid, adalah bekas Ketua PB NU. Idham adalah juga seorang deklarator PPP.  Zainuddin mengaku lama nyantri di Ponpes Idham Khalid di Cipete. Dia belajar mengaji dengan Kyai Idham, dan mungkin juga menyimak cara sang kyai berpidato

Selebihnya, Zainuddin memang akrab dengan PPP. Tapi karena konflik internal partai pada masa 1990an itu, dia lalu mengambil jarak. Itu juga yang membuat pendukungnya melebar, dan meluas ke berbagai golongan. Sampai akhirnya politik berubah, dan kediktatoran orde baru jatuh, Zainuddin kembali digandeng PPP. Tapi, upaya sang da'i sejuta umat itu menjadi vote-getter agaknya tak begitu berhasil.  Partai itu kalah suara dari Golkar pada Pemilu 1999.

Pada 2002, Zainuddin bersama rekan-rekannya memutuskan keluar dari partai. Dia lalu mendeklarasikan PPP Reformasi. Saat itu, popularitas Zainuddin tak lagi terlalu berkibar. Pada 2003, PPP Reformasi berubah menjadi Partai Bintang Reformasi. Hingga 2006, Zainuddin masih menjadi ketua umum. Posisinya lalu digantikan Bursah Zarnubi.

Lepas dari politik, sang ustad pun lalu kembali menekuni dunianya: dakwah. Belakangan, dia rutin tampil di TVOne. Dalam dakwahnya yang terakhir, Minggu 3 Juli 2011, Zainuddin tampil dengan gayanya yang khas. Dia menganjurkan jihad melawan korupsi. “Tanpa korupsi, baru masyarakat kita bisa makmur. Sekarang sih mahmur, alias rumah dan sumur doang”.

Gayanya masih gayeng, plus racikan banyolan, dan tetap menghujam ke sasaran. Malam itu, misalnya, Zainuddin sempat melontar sindiran. Dia menghardik pemimpin yang kurang tegas melawan korupsi. "Pemimpin harus punya nyali. Kalau badan doang gedhe, nyali kaga punya, bobo aja, bobo," ujar Zainuddin. Para hadirin pun tergelak.

Pada Senin 4 Juli 2011 malam, selepas pulang dari luar kota, tubuh Zainuddin ambruk. Dia memang pengidap diabetes akut, dan juga menderita penyakit jantung. Malam itu juga dia dibawa ke Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan. Dia tergeletak. Esok harinya, Selasa 5 Juli 2011 pukul 10.15, dokter mengatakan jantungnya tak lagi berdetak.

Da’i sejuta umat itu pun pergi sudah. (np)



VIDEO: Pemakaman Zainuddin MZ




Dai kondang Zainuddin MZ meninggal dunia, Selasa 5 Juli 2011. Dai 'Sejuta Umat' itu meninggal dalam usia 60 tahun.


Zainuddin dimakamkan di belakang Masjid Fajrul Islam yang terletak sekitar 10 meter dari rumahnya di Jalan Gandaria Gg H. Aom Nomor 101, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sebelumnya, Zainuddin memang berpesan jika meninggal agar dimakamkan di belakang masjid Fajrul Islam.

Ribuan pelayat memenuhi rumah duka. Mereka melakukan shalat jenazah yang terbagi dalam beberapa gelombang.

Sebelum meninggal, Zainuddin mengeluh kecapean. Pengakit jantung dan kenaikan gula darah diduga sebagai pemicu wafatnya sang dai.

Lihat video pemakaman Zainuddin di sini.
 



(sumber)

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

TEAM

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More